MARHAENISME SEBAGAI PISAU ANALISIS MUTAKHIR TERHADAP KESENJANGAN SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA

 


Sudut Narasi 

Rabu,8/10/2025


Marhaenisme pertama kali diperkenalkan oleh Soekarno di depan umum di Kongres Partindo pada tahun 1933, dan kemudian dirumuskan lebih lanjut dalam Deklarasi Marhaenis tahun 1965. Deklarasi Marhaenis adalah sebuah deklarasi yang dicetuskan dalam pertemuan BPK PNI di Lembang, Bandung pada November 1964. Lucien Pahala Hutagaol (pengurus DPP PNI yang berasal dari GMNI) mempresentasikan rumusan Deklarasi Marhaenis, yang kemudian disetujui BPK PNI.

Marhaenisme sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia dengan cita-cita sosialime yang mewujudkan nilai-nilai kesetaraan sistem sosial kenegaraan yang saya nilai sangat relevan terhadap kondisi sosial masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, marhaenisme adalah suatu falsafah yang murni di serap sumbernya dari embrionya masyarakat Indonesia, yang mesti di kedepankan sebagai pisau analisis bagi Pemerintah pusat, Gubernur, dan Bupati/walikota di tiap-tiap daerah saat ini. Persoalan-persoalan yang belum bisa di atasi pemerintah yaitu tentang kemiskinan struktural kemiskinan ekstrim yang melanda masyarakat Indonesia yang menyebabkan kurangnya pendidikan, kurangnya pangan yang cukup untuk gizi di dalam keluarga, tempat tinggal yang layak, sampai kepada upah gaji dan pekerjaan yang sesuai dengan amanat UUD Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bung Karno dalam ejawantahnya menjalankan peran sebagai Bapak Bangsa, Bapak Proklamator, Bapak Marhaenisme, dan penggali Pancasila menemukan resapan pikiran yang serius, yang cocok terhadap iklim masyarakat Indonesia. Di dalam ajaran Marhaenisme terdapat tiga point penting yang dapat menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat Indonesia secara holistik dan koheren, yaitu:

Sosio-Nasionalisme

Sosio-Demokrasi

Ketuhanan Yang Maha Esa

Sosio-Nasionalisme dalam resapan saya adalah tentang mewujudkan nilai-nilai serta rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa. Bahwa tidak ada bangsa di dalam bangsa. Di Indonesia, bangsa hanya terdapat satu, yaitu Bangsa Indonesia. Dengan berdirinya entitas sebuah bangsa, maka berdirinya nilai kesatuan yang kuat yang mampu turut andil dalam memajukan dan keikutsertaan secara total dan serius dalam membangun jiwa-jiwa bangsa. Lebih daripada itu, Sosio-Nasionalisme menjadi kekuatan jiwa yang terus mengalir di dalam darah-darah anak bangsa Indonesia baik dari segi teori maupun pada kondisi praktiknya. Sosio-Nasionalisme juga sebagai tenaga yang kuat untuk membentengi diri kita dari pengaruh dari bangsa asing yang ingin memecah belah bangsa Indonesia lewat berbagai cara yang dilakukan oleh orang-orang asing. Melawan penindasan yang dilakukan oleh orang asing lewat berbagai cara yang diambil sehingga rasa cinta masyarakat Indonesia terhadap tanah air kian menurut oleh beberapa sebab yang dapat kita resapi perhari ini. Maka, Sosio-Nasionalisme adalah praktik yang sebenarnya sudah hadir di tengah-tengah pergumulan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia sangat cinta dengan tanah airnya, masyarakat Indonesia tidak ingin berpisah dengan tanah airnya, beberapa kasus telah banyak terjadi, yang bisa kita resapi akhir-akhir ini. Artinya bahwa rakyat Indonesia sudah Sosio-Nasionalisme sejak dari dahulu kala sebelum merdeka. Kolonialis-Imperialis lah yang membuat dan memaksa masyarakat Indonesia agar tidak cinta dengan tanah air dan bangsanya.

Sosio-Demokrasi, bahwa masyarakat Indonesia gemar berkumpul, bermusyawarah, mengamalgamasikan, menentukan arah tujuan bersama secara daulat. Masyarakat Indonesia sangat kaya akan sikap altruistik yang nantinya akan diwujudkan dalam variable demokrasi. Bahwa demokrasi versi Indonesia adalah demokrasi yang berbasiskan musyawarah mufakat. Musyawarah mufakat ini dilangsungkan dengan sikap altruistik yang kuat, yang telah mendarah daging dengan nuansa egalitarianis, tetapi tetap menghargai dan menghormati sosok pemimpin yang ada. Masyarakat Indonesia gemar membicarakan sesuatu hal atau permasalahan secara berkelompok, yang nantinya akan di tafsirkan sebagai berkumpul dan berserikat. Sikap tolong menolong dengan kemampuan bermusyawarah itu sangat dimiliki oleh masyarakat Indonesia, yang kemudian terdapat istilah yang luhur yaitu "Gotong Royong". Kelanjutan dari Sosio-Demokrasi adalah sikap, bahwa kesamaan hak itu adalah keadilan yang demikian dapat diambil dalam cara pandang yang inheren, dengan tidak mementingkan perbedaan kelas sosial buatan kapitalis. Kelas sosial yang dimaksud itu akan menjadikan manusia Indonesia tersandera oleh konflik-konflik horizontal yang sebenarnya tidak harus terjadi. Paradigma immateri-transendental yang terkungkung di dalam jiwa manusia Indonesia terkikis sudah oleh paradigma materi versi kapitalis-libertarianisme yang memusatkan kekayaan pribadi sebagai sebuah prestise sosial. Sosio-Demokrasi adalah bentuk nyata yang akurat yang dapat di implementasikan bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peran-peran pemerintah dalam mengatur dan mengurus masyarakat dan negara.

Ketuhanan Yang Maha Esa adalah simbol kekuatan transendental masyarakat Indonesia yang berTuhan. Masyarakat Indonesia yang berTuhan selalu memusatkan perhatiannya kepada Tuhan. Tuhan adalah sebuah entitas yang disadari oleh masyarakat Indonesia dengan metode beragama bagi masyarakat yang ada di Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak bisa meninggalkan peran Tuhan dalam campur tangan kehidupan di wilayah transenden nya masyarakat Indonesia. Adanya peran agama sangat mempengaruhi tindak tanduk sosial nya masyarakat sebagai ranah yang tak kalah penting meliputi ruang dan waktu persoalan yang terjadi di dalam sosial masyarakat. Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu, adalah agama yang sah dianut oleh masyarakat Indonesia kebanyakan. Walau masih ada agama-agama kepercayaan di daerah tertentu seperti Kapitayan di masyarakat suku Jawa, Sunda Wiwitan di masyarakat suku Sunda, Parmalim di masyarakat suku Batak, Pemena di masyarakat suku Karo. BerTuhan, sudah menjadi eksistensi sebuah masyarakat Indonesia yang demikian tetap dijalankan dengan tidak meniru budaya asing, dengan tetap menjalankan ritual agama sesuai dengan jati diri sebuah bangsa.


Tiga point penting itulah yang secara filosofis mempunyai turunan dalam implementasi menjalankan kehidupan sebagai kesatuan yang tuh dan kompleks bagi masyarakat Indonesia. Yang nantinya akan di selaraskan dengan falsafah Tri Sakti nya Bung Karno.

Marhaenisme adalah rujukan fundamental dari, oleh dan untuk masyarakat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.



Citra Syuhada Tarigan, S.H

Aktivis/Intelektual Muda

(Red)

0 Komentar

Tinggalkan Pesan Anda Disini

Tag Terpopuler